Liburan ekonomis dengan Kereta Ekonomi

Posted on

Minggu pagi (15/12), pukul 05.00 WIB aku bergegas membangunkan kedua anaku. Mereka yang tertidur pulas, dengan goyangan lembut terbangun. Waktu itu, cukup aku bisikan di telinga anak pertamaku, Akira (4 thn) waktunya naik kereta api. Tak pake lama, dia langsung bangun berdiri. Meski sempoyongan dengan mata sebagian masih terpejam, Akira langsung menuju ke ruang belakang dekat kamar mandi.

Sementara itu, Aiko (2thn) anak keduaku, juga telah terbangun. Mengikuti kakaknya, dia langsung menyusul ke ruang belakang. Istriku yang bangun lebih dulu, tampak sibuk mencuci pakaian. Aku lihat, seluruh cucian tinggal di jemur. Jam bergerak 5 menit dari pukul 05.00 WIB, aku yang kian panik segera meneriaki istri agar segera bersiap.

Istrikupun mengangguk setuju. Akira dan Aiko segera digelendeng ke bak mandi. Setelah baju dilepas, keduanya diguyur air. Tampak keduanya menggigil kedinginan. Tak lama, keduanya dibalut handuk untuk mengeringkan. Segera, aku ambil pakaian untuk Akira dan Aiko sedangkan istri minta ijin mandi tak lebih dari 5 menit.

Sempat panik

Jam dinding di ruang tengah rumah menunjukan pukul 05.15. Sisa 15 menit untuk menuju stasiun gedangan yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah. Aku yang tak mau ketinggalan, langsung menghidupkan motor. Akira dan Aiko juga sudah berlari berebut naik motor. Tak ingin ketinggalan aku teriaki istri yang masih di dalam kamar. “Cepet mi,..!!” kataku.

Setelah istri naik, akupun melajukan motor. Di tengah jalan, istri minta mampir ke Pasar gedangan untuk beli pampers untuk Aiko. Aku sempat meragukannya, karena takut terlambat. Tapi setelah istri bilang, letak tokonya dipinggir jalan aku pun menyanggupinya. Dua buah pampers telah dibeli istri sementara waktu terus berjalan.

Motor langsung kutancap gas. Sisa waktu 7 menit kami tak ingin ketinggalan. Padahal, motor harus dimasukin penitipan dulu. Alhamdulillaah, oleh petugas penitipan motor cukup ditaruh didepan pintu masuk. Akupun dibolehkan meninggalkan setelah mendapat kartu penitipan. Dari tempat itu, aku menggendong Aiko sedangkan istri menggandeng akira.

Meski deg-degan, akhirnya lega juga. Kaki kami telah menginjak di pelataran stasiun gedangan. Stasiun kecil dengan lebar sekitar 14 meter itu, hanya dilewati kereta ekonomi dan komuter. Tentu tak seramai stasiun Sidoarjo Kota. Letak stasiun gedangan sangat strategis, karena berjarak 15 meter dari jalan raya Gedangan yang menghubungkan Kota Surabaya-Sidoarjo.

Hari rekreasi keluarga

Hari minggu, tampaknya menjadi hari ramai orang beserta keluarga mengendarai kereta api. Tampak orang tua yang menggandeng putra-putrinya. Sebagian masih berumur kecil antara 2-6 tahun. Mereka tampak ceria sambil sesekali lari menuju rel dan menoleh ke arah utara dan selatan, ngecek kali aja kereta sudah datang melaju.

Aku yang membeli tiket sehari sebelumnya, telah diberitahu petugas stasiun bahwa tiket yang kubeli tidak ada tempat duduknya. Kepada istri sudah kubilangin untuk menyiapkan alas plastik.  Menempuh perjalanan sekitar 2,5 jam tentu menguras energi. Tujuan rekreasi jangan berbalik menjadi cerita menyedihkan karena lapar dan gangguan logistik lainnya.

Maka pagi sebelum berangkat aku sudah pergi ke toko untuk beli air mineral, roti dua bungkus, serta satu kotak wafer aku sediakan. Aku pilih wafer karena aku tahu kesukaan Akira dan Aiko pada makanan itu. Karena belum sempat sarapan, tentu mereka juga akan senang dengan makanan dan minuman itu.

Harga tiket Rp.4 ribu

Sehari sebelumnya Sabtu (14/12) pukul 12.30 aku mendatangi loket stasiun. Bersama Akira aku hendak memesan tiket untuk keberangkatan besok. Petugas berkata, “jam 1 nanti mas, loket baru buka”. Sembari menunggu setengah jam, akupun mengajak Akira ke warung tak jauh dari stasiun. Di warung pinggir rel itulah aku sempat membeli kopi. Akira sendiri kubelikan energen. Tampak kereta api lewat dan Akira berteriak kegirangan melihatnya.

Tak sadar, 10 menit lepas dari pukul 13.00. Tak ingin ketinggalan aku langsung membayar ke penjaga warung, menghidupkan motor dan mengajak akira ke stasiun. Ketika parkir, aku sempat kaget karena kulihat antrian pembeli tiket. Jumlah tidak kurang dari 7 orang. Aku berdoa dalam hati, semoga masih kebagian tiket untuk keberangkatan besok.

Ya, hari itu aku ingin memastikan mendapat tiket untuk keberangkatan ke Malang. Tertera di papan informasi nama kereta yaitu KA Penataran. Di papan itu terpamapng pula jama keberangkatan dan kedatangan dalam sehari. Kalau tidak salah, sehari ada 5 kali. Paling pagi pukul 05.34 WIB. Setelah itu pukul 08.00, pukul 12.00, dan pukul 02.00

Akira yang sangat senang melihat kereta kulihat selalu berlari menerobos pintu yang dijaga petugas. Mungkin karena masih kecil, petuga juga membiarkan. Semakin tak sabar aku menunggu giliran. Sekitar 20 menit kemudian, aku sudah tepat berada di depan petugas loket. Lokat kecil nan sempit hanya memperlihatkan wajah petugas tak utuh.

Untuk berbicara juga harus agak keras karena batasan kaca di loket. Kepada petugas aku mengatakan untuk beli tiket ke Malang besok pagi. Petugas pria itu sambil melihat komputer bertanya untuk berapa orang. “untuk 4 orang mas, 2 dewasa, 2 anak,” ujarku semangat. Tak sampai 1 menit, petugas memberitahu masih ada kursi tetapi tanpa tempat duduk.

Sejenak hatiku lega, segera ku tanya bagaimana dengan tiket pulangnya. Aku berpesan jika ada yang sore hari. Dikatakan oleh petugas, sudah tak ada. Sisa pukul 12.00 WIB. Itupun tanpa tempat duduk pula. Tak pikir panjang, aku pun berkata kepada petugas membelinya. Yang mengagetkan, sekaligus menggembirakan, tiket yang kubeli per orang seharga Rp. 4 ribu. Dikalikan empat orang jumlah uang yang kebayarkan sebesar Rp.16 ribu.

Karena aku beli tiket pulang untuk 4 orang yang sama, totalnya menjadi Rp.32ribu. Uang pas kukeluarkan dari sakuku. Bersamaan pula petugas menyerahkan delapan lembar tiket di kertas yang masih menyatu. Cukup lega. Paling tidak rencana rekreasi naik kereta api untuk hari minggu pagi telah terselesaikan satu tahap.

Kereta Penataran datang

Minggu pagi itu, sembari membetulkan nafas yang tersengal, saya bersama istri berdiri menanti kedatangan kereta api penataran. Di stasiun gedangan dulunya sempat kulihat ada bangku untuk duduk calon penumpang. Hari itu tak kulihat lagi. Tak sampai 7 menit, Dari speaker stasiun gedangan, petugas mengumumkan agar calon penumpang menjaga jarak dari rel. Tampak memang, kerumunan penumpang berjejer di pinggiran rel waktu itu.

 

Sanyup terdengar suara khas kereta apik jug ijag ijug. Tampak dari arah utara (surabaya) loko dan bodi gerbong kereta api bercat warna kuning. Akira yang paling senang melihat kereta langsung mendekat. Tak ingin terjadi apa-apa, aku memegang tubuhnya agar jangan terlalu mendekat agar tidak kesrempet KA. Setelah loko dan gerbong berhenti sempurna, kulihat puluhan penumpang keluar dari pintu masing-masing gerbong.

Aku sendiri bingung mencari pintu yang kosong karena hampir semua pintu disesaki orang keluar. Akira berdiri disampingku, sedangkan istri bersama aiko digendongannya. Agak tak sabar, akhirnya aku menerobos masuk melalui pintu yang masih ada orang keluar darinya. Aku sadar sikap itu salah, tetapi pintu kereta cukup menampung dua orang. Jadi, aku masuk bersamaan orang keluar nyatanya juga bisa.

Yang kutahu pula, kereta juga tak akan lama berhenti. Akira segera kuangkat ketas lebih dulu. Tubuhku menyusul keatas kemudian. Pintu yang kumasuki tidak ada tangga penghubung jadi cukup tinggi. Alhamdulillaah, aku dan akira telah masuk ke dalam kereta. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan dengan pertanyaan dimanakah istri dan aiko? Upps ternyata mereka sudah ada didalam gerbong lebih dulu. Tiket

Tanpa Tempat Duduk

Kami yang sudah mengerti tak punya tempat duduk pertamanya hanya berdiri di sela-sela kursi. Tetapi setelah kulihat banyak kursi kosong, aku minta istri ambil tempat duduk lebih dulu. Pikirku, ntar kalau ada penumpang di kursi tersebut bisa bergeser atau berpindah. Akira dan istri duduk dibagian gerbong paling ujung dekat pintu keluar, atau lebih tepat nya di toilet.

Kursi yang diduduki istri, aiko dan akira hanya untuk dua orang. Berhadapan dengan dua orang bapak-ibu. Aku yang melihat kursi ditengah kosong, menghampirinya. Sejenak kusandarkan punggung ke kuris kosong itu. Wah nikmat juga ternyata. Sementara itu kereta telah bergerak menuju kota sidoarjo. Akupun kembali menghampiri istri, kuberitahu jika di kursi tengah kosong.

Aku merayu agar dia, akira dan aiko mau duduk bersama. Awalnya, akira yang lagi asyik mengarahkan pandangannya keluar jendela gerbong menolak gak mau. Tetapi setelah dibilangin berkali-kali akhirnya mau. Di kursi tengah itulah, untuk kapasitas 3 orang dan berhadapan dengan kursi depan untuk tiga orang pula kami duduk asyik.

Segera kukeluarkan dua buah susu kotak kesukaan akira dan aiko. Sementara aku mencari sedotan, akira dan aiko sudah berebut susu tersebut. Istriku dengan sabar menenangkan mereka sembari menusukan sedotan ke susu kotak tersebut. Akira terus asyik melihat dari jendela gerbong. Susu kotak telah dipegangnya di tangan, sambil sesekali disedot.

(Bersambung)

Leave a comment